Selasa, 17 Januari 2012

Pendidikan Berbasis Syariat Islam


Kualitas pendidikan adalah salah satu parameter utama untuk menentukan maju tidaknya suatu bangsa. Namun, bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia? Tampaknya kita masih harus banyak berbenah. Menurut hasil survey UNDP (2002), kualitas SDM Indonesia ternyata hanya menduduki peringkat 110 dari 179 negara di dunia. Hanya satu tingkat diatas Vietnam. Padahal kita tahu Vietnam selama puluhan tahun mengalami perang saudara.
Dari segi kualitas luaran sistem pendidikan saat ini, kita masih sangat jauh jika dibandingkan dengan India. Prestasi India dalam bidang teknologi dan pendidikan patut dibanggakan. Jika negara kita masih dibayangi oleh pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India yang menduduki posisi penting di dunia pasar internasional. Sekitar 30 persen dokter di AS merupakan warga keturunan India. Tidak kurang dari 250 warga India mengisi sekolah bisnis paling bergengsi di AS. Sekitar 40 persen pekerja Microsoft juga berasal dari India.
Dari segi kurikulum pun masih perlu pembenahan. Realitas kurikulum saat ini sangat mengesampingkan penanaman nilai-nilai agama. Buktinya, dalam seminggu jatah untuk pendidikan agama hanya dua jam pelajaran. Lebih ironis lagi pada level perguruan tinggi negeri, pendidikan agama hanya dipelajari dalam kurun waktu tidak lebih dari enam bulan, sementara masa studi berkisar antara empat sampai lima tahun. Jadi wajar saja jika Indonesia menduduki posisi ketujuh pengakses situs-situs porno. Dan sebagian besar pengakses situs porno adalah anak usia SMA.
Beberapa fakta di atas merupakan konsekuensi logis dari sistem pendidikan Indonesia yang mulai berkiblat pada sistem pendidikan sekularistik. Sebelum semuanya terlambat, reposisi sistem pendidikan harus segera dilakukan. Dan Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang paripurna dan konferhensif tampil memberikan solusi yang cemerlang.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana pola pendidikan Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah? Pertanyaan ini akan mudah terjawab jika kita berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah. Karena didalam Al-Quran dan Sunnah telah dijelaskan secara mendalam berbagai masalah kehidupan termasuk metode mewujudkan sistem pendidikan yang mampu membentuk manusia berkepribadian Islam.
Sepanjang kurun sejarah Islam telah terbukti sebagai sebuah ideologi yang mampu tampil sebagai motor perubahan dari sebuah peradaban jahiliyah yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan menuju sebuah kehidupan yang aman sentosa bagi seluruh manusia. Islam mampu tampil sebagai penerang sekaligus pelindung dunia selama 13 abad. Semua ini bisa terjadi akibat kualitas keimanan dan keilmuaan yang ada pada tiap umatnya. Sehingga generasi yang dihasilkan diakui kehebatannya hingga kini. Sebut saja Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Semua ini dapat terwujud karena dalam pandangan Islam tidak ada pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan sains dan teknologi. Pada zaman Rasulullah banyak sahabat beliau yang dari segi keimanan tak perlu diragukan kualitasnya dan pada saat yang sama mereka mampu merumuskan strategi perang yang jitu dan mampu merancang peralatan tempur yang tangguh.
Oleh karena itu Islam mengharapkan munculnya generasi yang faqih (ahli) dalam setiap bidang kehidupan. Baik ilmu agama maupun ilmu yang menyangkut sains dan teknologi. Generasi seperti inilah yang mampu menjawab tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang dengan keteguhan ruhiyah.
Gambaran konsep pendidikan Islam ala Rasulullah di atas tidak akan pernah terwujud, kecuali ditopang oleh empat pilar utama yaitu:
Pilar pertama adalah Keluarga. Dalam pendidikan Islam keluarga merupakan pintu pertama dan utama bagi anak untuk memahami segala sesuatu. Oleh karena itu keluarga sangat berperan untuk meletakkan pondasi awal keimanan. Setelah tertanam keimanan yang kokoh, keluarga bertanggung jawab mengawal aktivitas anak agar selalu dalam koridor syariat Islam, sehingga mampu menciptakan generasi berkepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
“Ridho Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR.Al-Bukhori)
Pilar kedua adalah sekolah. Untuk menciptakan generasi unggul memang peran awal keluarga sangat penting. Namun tidaklah bijak jika beban pendidikan itu hanya dibebankan kepada keluarga semata. Agar pola pendidikan lebih intensif dan sistematis maka dibentuklah sebuah institusi pendidikan bernama sekolah (madrasah). Hal ini juga pernah dicontohkan oleh Rasulullah dengan menjadikan masjid yang didirikan kaum muslimin sebagai lembaga pendidikan formal bagi semua orang. Materi yang diajarkan tidak semata-mata ilmu agama, namun juga ilmu terapan. Sebagaimana Rasulullah tidak hanya menjadikan masjid hanya sebagai tempat shalat namun sering menjadikannya sebagai tempat penyusunan strategi perang.
Format sekolah yang mumpuni untuk menjadi penyokong sistem pendidikan Islam adalah format sekolah yang memperhatikan kemampuan anak didik yang berbeda-beda pada setiap individu. Sehingga perlu adanya pembagian jenjang (marhalah). Bobot yang diberikan disetiap tingkatan memiliki komposisi yang berbeda namun proporsional. Misalnya, pendidikan tingkat dasar bobot kurikulumnya harus kental dengan nilai penanaman akidah. Sehingga akidah yang kokoh mulai terbina sejak dini.
Pilar ketiga adalah masyarakat. Dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya sampai pada pendidikan formal (sekolah) saja. Namun pendidikan adalah proses yang berlangsung sepanjang nyawa masih dikandung badan. Konsekuensi dari perspektif tersebut adalah proses pendidikan harus terus berlanjut, bahkan harus mampu menyentuh pendidikan yang bersifat non formal ditengah masyarakat.
Kondisi masyarakat sangat berpengaruh terhadap keluarga dan sekolah. Harapan untuk mewujudkan pendidikan berbasis Islam dalam lingkup keluarga dan sekolah akan sulit terjadi jika kondisi masyarakat tidak beratmosfer Islam.
Peran lain yang dapat dimainkan masyarakat sebagai salah satu pilar pendidikan generasi Islam adalah sebagai kontrol penyelenggaraan. Kondisi masyarakat yang Islami tentu memiliki otoritas untuk menjaga komponen keluarga dan sekolah tetap berjalan pada jalur yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Pilar keempat adalah negara. Walaupun ketiga komponen di atas (keluarga, sekolah, masyarakat) telah menerapkan pola pendidikan Islam, namun tidak didukung oleh kebijakan institusi negara yang pro Islam, maka semuanya tidak akan berjalan efektif. Karena pemegang kunci kebijakan terpenting dalam regulasi sistem pendidikan adalah negara.
Sebagai contoh, kurikulum berbasis akidah Islam sulit untuk diterapkan secara menyeluruh disemua institusi pendidikan jika tidak mendapatkan legalitas negara. Atau jika terjadi kondisi terburuk, ketika negara memaksakan diterapkannya sistem pendidikan sekuler (yang meminimalkan pendidikan agama bahkan meminimalkan peran agama pada sektor privat saja) maka institusi keluarga, sekolah, masyarakat yang telah berlandaskan Islam akan porak poranda. Karena legalisasi kebijakan oleh negara mempunyai kekuatan hukum yang bersifat memaksa.
Peran negara yang lain adalah negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk membangun filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan agar tidak masuk dalam kurikulum pendidikan negara.
Keempat pilar pendidikan Islam di atas ibarat mata rantai yang saling bertautan. Tidak bekerjanya salah satu pilar akan menyebabkan sistem pendidikan Islam sulit untuk diterapkan. inilah bukti bahwa jika menginginkan Islam tampil sebagai agama yang mulia, maka Islam harus diterapkan secara kaffah, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan sampai pada tataran negara.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More