Selasa, 17 Januari 2012

Arrahmah : Kasih Sayang Bernuansa Perjuangan


Dalam masa ini ijikan diriku, sang fakir ilmu menarik makna. Dari sejumput kata “Arrahmah”. Itu bahasa Arab tentunya. Jika rumpun Melayu memaknai, maka ia sepadan arti dengan “rasa sayang”. Maka mengharubirulah hati ini saat mendengar tentang www.arrahmah.com.   Sanubari menerawang, membayang-bayang. Pasti disana sarat tetaburan kekata puitis. Juga bahasan yang tak jauh dari rasa sayang. Rasa cinta. Gambar-gambar yang tersaji pun pasti manis dipandang mata. Sarat warna merah muda. Lambang hati pun pasti ada dimana-mana. Ah, tak sanggup larut dalam keterpenasaran. Yuk kita kelanai dunia maya, klik www.arrahmah.com.
Kening berkerut mata menyipit. “Ko begini?” Tanya si hati. Ini benar arrahmah. Tapi tak sesuai yang terbayang. Nuansa warna nan melankolis, itu tidak ada. Gambar-gambarnya pun tak terlihat romantis. Justru terkesan sadis. Ada foto anak berlinang air mata. Muslimah berhijab, memegang senjata. Di bawahnya, gambaran kobaran api, seperti jamur raksasa. Dan satu lagi. Foto ustad-ustad yang tersenyum gagah. Bukan ustad yang sering tampil dilayar kaca. Tapi justru ustad yang tergelari sebagai Islam radikal. Namun ada satu yang membuat hati luluh sejenak. Lengkungan berwarna orange. Letaknya di bawah kata arrahmah.com. Aku memaknainya sebagai sebuah senyum. Menyapa siapapun yang berkunjung. Dengan menyipit-nyipit, mata kembali meneliti susunan aksara yang terketik. Jangan sampai salah. Tidak. Ini sudah benar, www.arrahmah .com.
Agar lebih mudah, maka ijinkan www.arrahmah.com disingkat menjadi Arrahmah saja. Agar lebih akrab terasa. Tak ada jarak di antara kita. Begitu kata para pujangga.
Semakin dijelajahi, semakin terasa nikmat. Ingin rasanya membahas semua ruang di Arrahmah. Tapi pasti tak cukup lembar ini untuk itu semua. Maka hanya ada tiga bagian yang terbahaskan. Walau hanya tiga, semoga mampu menghadirkan gambaran memukau tentang Arrahmah.

Islamic World, Lara Dunia Islam
Mouse bergerak ke kiri, ke kanan. Ke atas, ke bawah. Menyorot tiap tulisan. Ia tersangkut pada baris “Islamic World”. Ada kumpulan berita. Namun berita yang tak biasa. Ada berita tentang duka muslim Ambon. Ada warta tentang air mata saudaraku, muslim Palestina. Juga kabar yang memancing amarah. Tentang kebiadaban tentara Israel. Membunuhdan membantai Umat terbaik ini tanpa lelah. Arrahmah menyadarkan aku. Umat Islam tidak dalam kondisi “baik-baik saja”. Darah mereka tak terjaga lagi. Tertumpahkan sia-sia. Air mata umat ini, terlampau mudah terlinangkan. Saat melihat keagungan Islam terinjak-injak.
Arrahmah menyentak kesadaran. Tak ada lagi waktu untuk berdiam. Teringat kisah Rasulullah. Saat padanya turun Quran surah al-Hijr ayat 94. Mengabadilah perintah Allah, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.
Sejak itu dakwah terang-terangan bermula. Indah sekali kekata Rasulullah kepada Khadijah masa itu. “Mulai hari ini, tak ada lagi waktu untuk beristirahat” Begitu pesan Rasulullah. Arrahmah telah menghentak. Saatnya kita bergerak. Duhai, umat Muhammad, mari melawan.

Jihad Zone, Membuat Malu
Mata tersangkut, hati terpaut. Pada sebuah ceruk berjudul “Jihad Zone”. Pelan-pelan dua telapak tangan merapat di wajah, yang memerah padam. Menutupi rasa malu yang tak terkira. Ternyata, nun jauh disana ada manusia yang tak biasa. Begitu cinta pada kematian di jalan Allah.
Jika dendangan nasyid sering menjadi pengatar tidur kita, tidak dengan mereka. Dentuman bom memekakan telinga, sudah jadi lagu favoritnya. Sering kita beristirahat di kamar nan mewah. Berpendingin ruangan lagi. Sejuk sekali terasa. Namun tidak dengan mereka. Entah sudah seberapa sering, tempat istirahat mereka adalah penjara. Dibalik jeruji besi mereka mendekam. Sebuah harga mahal yang harus dibayarkan. Lantaran teguh mengenggam kebenaran. Salut, Arrahmah kerap memberitakannya. Laskar jihad, penjaga Islam yang terpercaya.
Dengan bangga disertai semangat bergelora. Lisan ini biasa berucap, “Isy kariman au mut syhidan, hidup mulia atau mati syahid”. Hanya berucap. Belum kuasa membuktikan. Tapi bagi mereka, yang menghiasi pemberitaan di “Jihad Zone”, itu tak sekedar kata. Tapi sudah menjadi bukti yang nyata. Disana ada terpajang wajah ramah Sayid Quthb. Ulama lagi mujahid yang syahid di tiang gantungan. Ada juga Syekh Abu Mush’ab Az-Zarqawy. Luar biasa perangai beliau. Untuk diwawancarai saja, ia sempatkan diri beristikharah. Bandingkan dengan banyak orang sekarang. Mereka mengaku diri sebagai ulama. Girang hatinya saat ada yang mewawancara. Karena ada jaminan ketenaran diri bisa bertambah. Isi dakwahnya pun tak lagi garang suarakan kebenaran. Bahkan dipoles sedemikian rupa. Agar manis terdengar. Apalagi jika telah bersentuhan dengan pemerintah, sang pemegang kekuasaan. Walau banyak kebijakan-kebijakan yang zalim dan fasik, mereka diam, enggan mengusik. Merekalah orang munafik yang bertopeng ulama. Merekalah yang tepat tergelari sebagai “Ulama Su”, ulama jahat. Sayang sekali, Sayid Quthb, Syaikh Abu Mush’ab adalah sosok “low profile”. Tak banyak yang mengenal. Media pun enggan mewartakannya. Entah media lupa. Atau sengaja melupakannya. Syukurlah ada Arrahmah. Datang memberikan warna berbeda. Warna kebenaran. Warna perjuangan. Dan menghadirkan mereka para pejuang kebenaran. Penasaran? Yuk klik http://arrahmah.com/jihad/heroes

Muslimah, Dikau Menggugah
Ada lagi yang menggoda dari Arrahmah. Tampaknya dimana pun dia ada pasti menarik hati. Karena begitulah tabiat manusia saat bertemu dengannya. Apalagi jika ia perjaka. Tak perlulah malu-malu. Apalagi mengelak. Karena Allah telah mengabarkannya.
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa yang diingini. Yaitu  : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan dunia. Dan pada Allahlah tempat kembali yang baik.”(QS. Ali Imran : 14)
Ya, Allah tak mungkin salah. Menempatkan wanita pada urutan pertama yang paling menggoda. Arrahmah pun menggoda dengan wanita. Namun dengan bahasa yang Islami lagi santun. Muslimah.
Ada ceruk bahasan khusus untuk muslimah, yang terselipkan. Yang dijadikan penarik, bukanlah gambar wanita berparas menawan. Sejauh pengamatan, gambar wanita terbuka aurat itu tak ada. Dan semoga tak pernah ada. Terkecuali jika ada yang berburuk niat. Menyusup dan memajangnya disana. Arrahmah, berhati-hatilah. Arrahmah menampilkan gambar wanita yang lebih menawan. Sangat memukau. Aurat tubuhnya tertutup lengkap. Bahkan hingga berbalut burqa. Hanya sepasang mata beningnya yang tampak berbinar-binar. Terlihat juga ada yang asyik mengenggam senjata dan membidikkannya. Lalu apanya yang menarik? Memang bukan fisiknya atau raut wajahnya. Karena semua tertutup sempurna. Bahkan jika melihat mereka memanggul senjata, aura feminimnya hilang tak berbekas. Yang menawan adalah hamparan kisah ketabahan, kesabaran dan perjuangannya.
Apalagi saat membahas tentang peran muslimah dalam pertempuran jihad. Mereka bisa tampil sebagai motivator. Menggugah kaum lelaki untuk tak gentar perangi musuh-musuh Allah. Entah itu  ayah, suami, anak atau kerabat saudaranya yang lain. Dan bertambah memesonalah para muslimah, saat mereka mampu bersabar. Sabar saat lelaki yang dicinta harus pergi menerjang medan Jihad. Indah sekali kesabaran seorang wanita yang diceritakan oleh Arrahmah.
 Misalnya kisah istri Abdullah Azzam. Ia tenang dalam kesabarannya. Ditinggal suami berjihad, hingga bertahun-tahun. Dalam kesempitan hidup yang terus mendera, ia tetap teguh dengan tauhid dan jihad. Bahkan ia semakin tampil membanggakan ketika kedua anaknya syahid di Peshawar, Pakistan. Sungguh suatu kebahagiaan yang sempurna. Bersuami dan beranakkan syuhada.
Nah, jika anda rumpun adam, kaum lelaki, ingin tergambarkan perangai wanita idaman, maka sempatkanlah berkunjung pada bahasan “Muslimah”. Untuk anda pewaris Ibunda Hawa, kaum wanita, saatnya tampil dengan pesona sejati. Bukan sebatas paras semata. Tapi tampillah menawan dengan perangai seorang mujahidah sejati. Di mana itu semua bisa didapati? Tak perlu susah payah mencari. Cukup bertandang di http://arrahmah.com/muslimah.

Kritik itu Tanda Cinta
Mengelanai Arrahmah rasanya tak jemu-jemu. Masih ada yang ingin ditemui. Tapi tak kunjung hadir sejak tadi. Ingin sekali bertemu dengan kabar negeri sendiri. Membaca Arrahmah seperti sedang bertamasya ke Palestina. Atau berwisata jihad ke Afgansitan. Memang ada terhadirkan berita di negeri sendiri, Indonesia. Tetapi jumlahnya tak banyak. Sepertinya masih harus ditambah.
Ada lagi yang kurang. Saat membaca kolom “Jihad Zone” disana terpapar kisah para syuhada. Lagi-lagi dari luar negeri. Jika Arrahmah berkenan, tentu lebih elok jika ada kolom khusus yang membahas mujahid nusantara. Entah yang telah gugur sebagai syuhada atau yang masih bersimbah keringat pengorbanan.
Misalnya meramaikannya dengan mujahid zaman pra kemerdekaan. Kebanyakan sejarah mereka diputarbalikkan. Sehingga banyak umat Islam yang tertipu. Misalnya sosok Patimura. Pahlawan nasional asal Maluku. Sejarah telah mengaburkan identitasnya sebagai muslim. Beliau mujahid yang telah “dikristenkan”. Atau Sultan Agung Tirtayasa. Seorang pahlawan yang taat pada syariat Islam. Pada masanya berlakulah hukum potong tangan untuk warganya yang terbukti mencuri. Boleh juga kisah heroik mujahid asal Surabaya. Ia pekikkan Allahuakabar…! Saat menyemangati tentaranya. Menumpas penjajahan Belanda. Bung Tomo, itu namanya.
Jika butuh sosok muslimah tangguh, ada juga. Cut Nyak Din. Pasti kenal namanya. Mujahidah asal Aceh. Tak perlu ada ragu, tentang semangat jihadnya. Tentu lebih indah, jika ada kolom khusus di Arrahmah yang diperuntukkan bagi mereka.
Jangan lupa untuk mujahid sekarang. Walau negeri ini terbelenggu kedzaliman, tapi mujahid tetaplah ada. Mereka tak lelah walau sedetik. Terus melakukan perubahan. Selalu merindukan Islam segera tegak. Mereka ada yang berjuang di tengah hiruk pikuk kota metropolitan. Ada juga yang menggelindingkan perjuangannya di pelosok-pelosok negeri. Jauh dari keramaian. Ada yang berusaha mengislamkan masyarakat musyrik. Juga yang berjuang memberantas budaya takhayul. Tantangannya tentu berat. Sayang sekali, kehidupan mereka yang penuh inspirasi dan semangat, jarang yang ingin mengangkat. Padahal pasti ada sejuta makna yang terpendam didalamnya. Agar Arrahmah lebih menawan angkatlah kisah tentang mujahid-mujahid nusantara itu.
Ada lagi titipan kritik agar Arrahmah tampil lebih jelita. Ada iklan parfum mengatakan begini, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”. Benar juga slogan itu. Keterpukauan biasanya ada dikesan pertama. Jika pandangan pertama pengunjung telah terpesona, maka selanjutnya terserah Arrahmah.
Nah untuk memikat pada kesan pertama, sepertinya Arrahmah masih harus berbenah. Banner atas web-nya masih terlalu sederhana. Mungkin bisa dipoles dengan nuansa warna merah. Selain mencolok, merah adalah warna perjuangan. Atau ditambahkan dengan ar-raya yang berkibar. Ar-raya, bendera kebanggaan Rasulullah dan kita umatnya. Bendera kaum muslimin. Berwarna hitam dengan tulisan syahadat putih di tengahnya. Sudah saatnya, bendera itu (ar-raya) diperkenalkan kepada umat Islam. Bendera itulah yang kelak akan membersatukan senatero muslim dunia.
Dan yang tak terlupa. Ini bukan kritik. Tapi sebuah pengharapan. Semoga Allah berkenan mendengar. Mengabulkannya. Ingin sekali Arrahmah berkembang pesat. Terus melaju kencang. Awalnya hanya sebuah website. Tetapi mampu melaju menjadi Arrahmah TV. Ya, stasiun TV islami. Terlampau sulit mendapatkannya sekarang. Ada imajinasi dan mimpi yang sering datang. Kelak ketika ada Arrahmah TV, siarannya langsungnya bukanlah liga Itali. Atau kontes audisi penyanyi. Tapi Arrahmah TV akan menyiarakan siaran jihad secara langsung. Mungkin peperangan sengit antara remaja Palestina yang sementara mempertahankan masjid Al-Aqsha. Pasti seru. Seru sekali…
Tak lengkap rasanya jika tak mengirimkan salam kepada sang founder Arrahmah. Ia begitu kreatif untuk menjariahkan amalnya. Akhi Muhammad Jibril Abdul Rahman. Ia terdzalami oleh vonis hukum thogut. Terpenjarakan 5 tahun. Arrahmah, sampaikan salam perjuangan ini kapada beliau. Jangan gentar dengan jeruji penjara. Pasti ada hikmah terselip padanya. Anggaplah penjara sebagai kamar menghimpun inspirasi. Ruangan untuk rehat sejenak.
 Seperti Ibnu Taimiyah. Penjara adalah tempatnya beristirahat. Ia tak terberi pena dan kertas untuk menuangkan inspirasinya. Tak kehabisan akal. Ada arang yang dijadikannya pena. Ada dinding penjara yang menjadi kertas raksasa baginya. Di dalam penjara itulahkaryanya Risalatul Hamawiyah, terselesaikan.
Ah…Arrahmah. Berawal dari salah sangka. Sekarang aku telah sadar. Kasih sayang tak selamanya harus terucap dengan kata-kata mesra. Syair-syair puitis. Terkadang kasih sayang justru ada dalam desingan senjata. Dentuman bom. Dan pekikakan Allahuakbar. Kasih sayang yang kemurniannya tak perlu diragukan.
www.arrahmah.com telah menjabarkan kasih sayang dengan rasa berbeda. Lebih nikmat dan teramat lezat. Terus berjuang, hingga agama ini menang atau kita binasa karenanya. 

Tulisan ini pernah menjadi juara pertama dalam lomba menulis artikel "arrahmah.com di mataku"

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More