Dalam masa ini ijikan
diriku, sang fakir ilmu menarik makna. Dari sejumput kata “Arrahmah”. Itu
bahasa Arab tentunya. Jika rumpun Melayu memaknai, maka ia sepadan arti dengan
“rasa sayang”. Maka mengharubirulah hati ini saat mendengar tentang www.arrahmah.com. Sanubari menerawang, membayang-bayang. Pasti
disana sarat tetaburan kekata puitis. Juga bahasan yang tak jauh dari rasa
sayang. Rasa cinta. Gambar-gambar yang tersaji pun pasti manis dipandang mata.
Sarat warna merah muda. Lambang hati pun pasti ada dimana-mana. Ah, tak sanggup
larut dalam keterpenasaran. Yuk kita kelanai dunia maya, klik www.arrahmah.com.
Kening berkerut mata
menyipit. “Ko begini?” Tanya si hati. Ini benar arrahmah. Tapi tak sesuai yang
terbayang. Nuansa warna nan melankolis, itu tidak ada. Gambar-gambarnya pun tak
terlihat romantis. Justru terkesan sadis. Ada foto anak berlinang air mata.
Muslimah berhijab, memegang senjata. Di bawahnya, gambaran kobaran api, seperti
jamur raksasa. Dan satu lagi. Foto ustad-ustad yang tersenyum gagah. Bukan
ustad yang sering tampil dilayar kaca. Tapi justru ustad yang tergelari sebagai
Islam radikal. Namun ada satu yang membuat hati luluh sejenak. Lengkungan
berwarna orange. Letaknya di bawah kata arrahmah.com. Aku memaknainya sebagai
sebuah senyum. Menyapa siapapun yang berkunjung. Dengan menyipit-nyipit, mata
kembali meneliti susunan aksara yang terketik. Jangan sampai salah. Tidak. Ini
sudah benar, www.arrahmah .com.
Agar lebih mudah, maka
ijinkan www.arrahmah.com
disingkat menjadi Arrahmah saja. Agar
lebih akrab terasa. Tak ada jarak di antara kita. Begitu kata para pujangga.
Semakin dijelajahi,
semakin terasa nikmat. Ingin rasanya membahas semua ruang di Arrahmah. Tapi pasti tak cukup lembar
ini untuk itu semua. Maka hanya ada tiga bagian yang terbahaskan. Walau hanya
tiga, semoga mampu menghadirkan gambaran memukau tentang Arrahmah.
Islamic
World, Lara Dunia Islam
Mouse bergerak ke kiri,
ke kanan. Ke atas, ke bawah. Menyorot tiap tulisan. Ia tersangkut pada baris
“Islamic World”. Ada kumpulan berita. Namun berita yang tak biasa. Ada berita
tentang duka muslim Ambon. Ada warta tentang air mata saudaraku, muslim
Palestina. Juga kabar yang memancing amarah. Tentang kebiadaban tentara Israel.
Membunuhdan membantai Umat terbaik ini tanpa lelah. Arrahmah menyadarkan aku.
Umat Islam tidak dalam kondisi “baik-baik saja”. Darah mereka tak terjaga lagi.
Tertumpahkan sia-sia. Air mata umat ini, terlampau mudah terlinangkan. Saat
melihat keagungan Islam terinjak-injak.
Arrahmah
menyentak kesadaran. Tak ada lagi waktu untuk berdiam. Teringat kisah
Rasulullah. Saat padanya turun Quran surah al-Hijr ayat 94. Mengabadilah
perintah Allah, “Maka sampaikanlah olehmu
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik”.
Sejak itu dakwah
terang-terangan bermula. Indah sekali kekata Rasulullah kepada Khadijah masa
itu. “Mulai hari ini, tak ada lagi waktu untuk beristirahat” Begitu pesan
Rasulullah. Arrahmah telah
menghentak. Saatnya kita bergerak. Duhai, umat Muhammad, mari melawan.
Jihad Zone, Membuat Malu
Mata tersangkut, hati
terpaut. Pada sebuah ceruk berjudul “Jihad
Zone”. Pelan-pelan dua telapak tangan merapat di wajah, yang memerah padam.
Menutupi rasa malu yang tak terkira. Ternyata, nun jauh disana ada manusia yang
tak biasa. Begitu cinta pada kematian di jalan Allah.
Jika dendangan nasyid
sering menjadi pengatar tidur kita, tidak dengan mereka. Dentuman bom memekakan
telinga, sudah jadi lagu favoritnya. Sering kita beristirahat di kamar nan
mewah. Berpendingin ruangan lagi. Sejuk sekali terasa. Namun tidak dengan
mereka. Entah sudah seberapa sering, tempat istirahat mereka adalah penjara.
Dibalik jeruji besi mereka mendekam. Sebuah harga mahal yang harus dibayarkan.
Lantaran teguh mengenggam kebenaran. Salut, Arrahmah
kerap memberitakannya. Laskar jihad, penjaga Islam yang terpercaya.
Dengan bangga disertai
semangat bergelora. Lisan ini biasa berucap, “Isy kariman au mut syhidan, hidup mulia atau mati syahid”. Hanya
berucap. Belum kuasa membuktikan. Tapi bagi mereka, yang menghiasi pemberitaan
di “Jihad Zone”, itu tak sekedar
kata. Tapi sudah menjadi bukti yang nyata. Disana ada terpajang wajah ramah
Sayid Quthb. Ulama lagi mujahid yang syahid di tiang gantungan. Ada juga Syekh
Abu Mush’ab Az-Zarqawy. Luar biasa perangai beliau. Untuk diwawancarai saja, ia
sempatkan diri beristikharah. Bandingkan dengan banyak orang sekarang. Mereka
mengaku diri sebagai ulama. Girang hatinya saat ada yang mewawancara. Karena
ada jaminan ketenaran diri bisa bertambah. Isi dakwahnya pun tak lagi garang
suarakan kebenaran. Bahkan dipoles sedemikian rupa. Agar manis terdengar.
Apalagi jika telah bersentuhan dengan pemerintah, sang pemegang kekuasaan.
Walau banyak kebijakan-kebijakan yang zalim dan fasik, mereka diam, enggan
mengusik. Merekalah orang munafik yang bertopeng ulama. Merekalah yang tepat
tergelari sebagai “Ulama Su”, ulama jahat. Sayang sekali, Sayid Quthb, Syaikh
Abu Mush’ab adalah sosok “low profile”.
Tak banyak yang mengenal. Media pun enggan mewartakannya. Entah media lupa.
Atau sengaja melupakannya. Syukurlah ada Arrahmah.
Datang memberikan warna berbeda. Warna kebenaran. Warna perjuangan. Dan
menghadirkan mereka para pejuang kebenaran. Penasaran? Yuk klik http://arrahmah.com/jihad/heroes
Muslimah,
Dikau Menggugah
Ada lagi yang menggoda
dari Arrahmah. Tampaknya dimana pun
dia ada pasti menarik hati. Karena begitulah tabiat manusia saat bertemu
dengannya. Apalagi jika ia perjaka. Tak perlulah malu-malu. Apalagi mengelak. Karena
Allah telah mengabarkannya.
“Dijadikan
indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa yang diingini. Yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan dunia. Dan pada Allahlah tempat kembali yang baik.”(QS.
Ali Imran : 14)
Ya, Allah tak mungkin
salah. Menempatkan wanita pada urutan pertama yang paling menggoda. Arrahmah pun menggoda dengan wanita.
Namun dengan bahasa yang Islami lagi santun. Muslimah.
Ada ceruk bahasan
khusus untuk muslimah, yang terselipkan. Yang dijadikan penarik, bukanlah
gambar wanita berparas menawan. Sejauh pengamatan, gambar wanita terbuka aurat
itu tak ada. Dan semoga tak pernah ada. Terkecuali jika ada yang berburuk niat.
Menyusup dan memajangnya disana. Arrahmah,
berhati-hatilah. Arrahmah menampilkan
gambar wanita yang lebih menawan. Sangat memukau. Aurat tubuhnya tertutup
lengkap. Bahkan hingga berbalut burqa. Hanya sepasang mata beningnya yang
tampak berbinar-binar. Terlihat juga ada yang asyik mengenggam senjata dan
membidikkannya. Lalu apanya yang menarik? Memang bukan fisiknya atau raut
wajahnya. Karena semua tertutup sempurna. Bahkan jika melihat mereka memanggul
senjata, aura feminimnya hilang tak berbekas. Yang menawan adalah hamparan
kisah ketabahan, kesabaran dan perjuangannya.
Apalagi saat membahas
tentang peran muslimah dalam pertempuran jihad. Mereka bisa tampil sebagai
motivator. Menggugah kaum lelaki untuk tak gentar perangi musuh-musuh Allah. Entah
itu ayah, suami, anak atau kerabat
saudaranya yang lain. Dan bertambah memesonalah para muslimah, saat mereka
mampu bersabar. Sabar saat lelaki yang dicinta harus pergi menerjang medan
Jihad. Indah sekali kesabaran seorang wanita yang diceritakan oleh Arrahmah.
Misalnya kisah istri Abdullah Azzam. Ia tenang
dalam kesabarannya. Ditinggal suami berjihad, hingga bertahun-tahun. Dalam
kesempitan hidup yang terus mendera, ia tetap teguh dengan tauhid dan jihad.
Bahkan ia semakin tampil membanggakan ketika kedua anaknya syahid di Peshawar,
Pakistan. Sungguh suatu kebahagiaan yang sempurna. Bersuami dan beranakkan
syuhada.
Nah, jika anda rumpun
adam, kaum lelaki, ingin tergambarkan perangai wanita idaman, maka sempatkanlah
berkunjung pada bahasan “Muslimah”. Untuk anda pewaris Ibunda Hawa, kaum
wanita, saatnya tampil dengan pesona sejati. Bukan sebatas paras semata. Tapi
tampillah menawan dengan perangai seorang mujahidah sejati. Di mana itu semua
bisa didapati? Tak perlu susah payah mencari. Cukup bertandang di http://arrahmah.com/muslimah.
Kritik
itu Tanda Cinta
Mengelanai Arrahmah
rasanya tak jemu-jemu. Masih ada yang ingin ditemui. Tapi tak kunjung hadir
sejak tadi. Ingin sekali bertemu dengan kabar negeri sendiri. Membaca Arrahmah seperti sedang bertamasya ke
Palestina. Atau berwisata jihad ke Afgansitan. Memang ada terhadirkan berita di
negeri sendiri, Indonesia. Tetapi jumlahnya tak banyak. Sepertinya masih harus
ditambah.
Ada lagi yang kurang.
Saat membaca kolom “Jihad Zone”
disana terpapar kisah para syuhada. Lagi-lagi dari luar negeri. Jika Arrahmah berkenan, tentu lebih elok jika
ada kolom khusus yang membahas mujahid nusantara. Entah yang telah gugur
sebagai syuhada atau yang masih bersimbah keringat pengorbanan.
Misalnya meramaikannya
dengan mujahid zaman pra kemerdekaan. Kebanyakan sejarah mereka diputarbalikkan.
Sehingga banyak umat Islam yang tertipu. Misalnya sosok Patimura. Pahlawan
nasional asal Maluku. Sejarah telah mengaburkan identitasnya sebagai muslim.
Beliau mujahid yang telah “dikristenkan”. Atau Sultan Agung Tirtayasa. Seorang
pahlawan yang taat pada syariat Islam. Pada masanya berlakulah hukum potong
tangan untuk warganya yang terbukti mencuri. Boleh juga kisah heroik mujahid
asal Surabaya. Ia pekikkan Allahuakabar…! Saat menyemangati tentaranya.
Menumpas penjajahan Belanda. Bung Tomo, itu namanya.
Jika butuh sosok
muslimah tangguh, ada juga. Cut Nyak Din. Pasti kenal namanya. Mujahidah asal
Aceh. Tak perlu ada ragu, tentang semangat jihadnya. Tentu lebih indah, jika
ada kolom khusus di Arrahmah yang
diperuntukkan bagi mereka.
Jangan lupa untuk mujahid
sekarang. Walau negeri ini terbelenggu kedzaliman, tapi mujahid tetaplah ada.
Mereka tak lelah walau sedetik. Terus melakukan perubahan. Selalu merindukan
Islam segera tegak. Mereka ada yang berjuang di tengah hiruk pikuk kota
metropolitan. Ada juga yang menggelindingkan perjuangannya di pelosok-pelosok
negeri. Jauh dari keramaian. Ada yang berusaha mengislamkan masyarakat musyrik.
Juga yang berjuang memberantas budaya takhayul. Tantangannya tentu berat.
Sayang sekali, kehidupan mereka yang penuh inspirasi dan semangat, jarang yang
ingin mengangkat. Padahal pasti ada sejuta makna yang terpendam didalamnya.
Agar Arrahmah lebih menawan angkatlah
kisah tentang mujahid-mujahid nusantara itu.
Ada lagi titipan kritik
agar Arrahmah tampil lebih jelita. Ada iklan parfum mengatakan begini, “Kesan
pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”. Benar juga slogan itu.
Keterpukauan biasanya ada dikesan pertama. Jika pandangan pertama pengunjung
telah terpesona, maka selanjutnya terserah Arrahmah.
Nah untuk memikat pada
kesan pertama, sepertinya Arrahmah
masih harus berbenah. Banner atas web-nya masih terlalu sederhana. Mungkin bisa
dipoles dengan nuansa warna merah. Selain mencolok, merah adalah warna
perjuangan. Atau ditambahkan dengan ar-raya yang berkibar. Ar-raya, bendera
kebanggaan Rasulullah dan kita umatnya. Bendera kaum muslimin. Berwarna hitam
dengan tulisan syahadat putih di tengahnya. Sudah saatnya, bendera itu
(ar-raya) diperkenalkan kepada umat Islam. Bendera itulah yang kelak akan
membersatukan senatero muslim dunia.
Dan yang tak terlupa.
Ini bukan kritik. Tapi sebuah pengharapan. Semoga Allah berkenan mendengar.
Mengabulkannya. Ingin sekali Arrahmah berkembang
pesat. Terus melaju kencang. Awalnya hanya sebuah website. Tetapi mampu melaju
menjadi Arrahmah TV. Ya, stasiun TV
islami. Terlampau sulit mendapatkannya sekarang. Ada imajinasi dan mimpi yang
sering datang. Kelak ketika ada Arrahmah
TV, siarannya langsungnya bukanlah liga Itali. Atau kontes audisi penyanyi.
Tapi Arrahmah TV akan menyiarakan siaran
jihad secara langsung. Mungkin peperangan sengit antara remaja Palestina yang
sementara mempertahankan masjid Al-Aqsha. Pasti seru. Seru sekali…
Tak lengkap rasanya
jika tak mengirimkan salam kepada sang founder Arrahmah. Ia begitu kreatif
untuk menjariahkan amalnya. Akhi Muhammad Jibril Abdul Rahman. Ia terdzalami
oleh vonis hukum thogut. Terpenjarakan 5 tahun. Arrahmah, sampaikan salam perjuangan ini kapada beliau. Jangan
gentar dengan jeruji penjara. Pasti ada hikmah terselip padanya. Anggaplah
penjara sebagai kamar menghimpun inspirasi. Ruangan untuk rehat sejenak.
Seperti Ibnu Taimiyah. Penjara adalah
tempatnya beristirahat. Ia tak terberi pena dan kertas untuk menuangkan
inspirasinya. Tak kehabisan akal. Ada arang yang dijadikannya pena. Ada dinding
penjara yang menjadi kertas raksasa baginya. Di dalam penjara itulahkaryanya
Risalatul Hamawiyah, terselesaikan.
Ah…Arrahmah. Berawal dari salah sangka. Sekarang aku telah sadar.
Kasih sayang tak selamanya harus terucap dengan kata-kata mesra. Syair-syair
puitis. Terkadang kasih sayang justru ada dalam desingan senjata. Dentuman bom.
Dan pekikakan Allahuakbar. Kasih sayang yang kemurniannya tak perlu diragukan.
www.arrahmah.com
telah menjabarkan kasih sayang dengan rasa berbeda. Lebih nikmat dan teramat
lezat. Terus berjuang, hingga agama ini menang atau kita binasa karenanya.
Tulisan ini pernah menjadi juara pertama dalam lomba menulis artikel "arrahmah.com di mataku"
0 komentar:
Posting Komentar